kelender Islam

Senin, 08 April 2013


 KALIMAT
  Menulis Kalimat Berdasarkan Pola Dasar Kalimat Bahasa Indonesia
Banyak para ahli bahasa mengemukakan berbagai pengertian tentang kalimat berikut adalah sejumlah pengertian yang dikutip dari beberapa ahli bahasa tentang pengertian kalimat dan pada dasarnya sama yaitu kalimat memiliki kesatuan dalam penyusunan kata-kata yang membentuk sebuah pola. Dardjowidojo (2008: 254) menyatakan bahwa Kalimat ialah bagian terkecil dari suatu  ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan.  Muljana (2003:45) menjelaskan Kalimat sebagai keseluruhan pemakaian kata yang berlagu, disusun menurut sistem bahasa yang bersangkutan; mungkin yang dipakai hanya satu kata, mungkin lebih. 
Kridalaksana (2001:92) juga mengungkapkan Kalimat sebagai satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa;  klausa bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan; satuan proposisi yang merupakan gabungan klausa atau merupakan satu klausa, yang membentuk satuan bebas; jawaban minimal, seruan, salam, dan sebagainya.
Yohanes (2001: 3-4) mengungkapkan bahwa “Kalimat sebagai sebuah satuan, kalimat memiliki dimensi bentuk dan dimensi isi. Kalimat harus memenuhi kesatuan bentuk sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadikan kesatuan arti kalimat. Kalimat yang yang strukturnya benar  tentu memiliki kesatuan bentuk sekaligus kesatuan arti. Wujud struktur kalimat adalah rangkaian kata-kata yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata kalimat. Isi suatu kalimat adalah gagasan yang dibangun oleh rangkaian konsep yang terkandung dalam kata-kata. Jadi, kalimat (yang baik) selalu memiliki struktur yang jelas. Setiap unsur yang terdapat di dalamnya harus menempati posisi yang jelas. Setiap unsur yang terdapat di dalamnya harus menempati posisi yang jelas dalam hubungan satu sama lain. Kata-kata itu diurutkan menurut aturan tata kalimat.  Dardjowidjojo (2008:29) juga menjelaskan bahwa Kalimat umumnya berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Setiap kata termasuk kelas kata atau kategori kata, dan mempunyai fungsi dalam kalimat. Pengurutan rentetan kata serta macam kata yang dipakai dalam kalimat menentukan pula macam kalimat yang dihasilkan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat  disimpulkan bahwa kalimat ialah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh, merupakan satuan gramatikal yang dapat berdiri sendiri sebagai satu kesatuan, terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata menurut sistem bahasa yang bersangkutan, dan mempunyai pola intonasi final, contoh “Budi sedang pergi ke pasar”.
Adapun contoh di atas merupakan sebuah kalimat, kalimat tersebut merupakan bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh merupakan satuan gramatikal yang dapat berdiri sendiri, terdiri atas satu klausa yang ditata  menurut sistem bahasa yang bersangkutan, dan mempunyai pola intonasi, pola-pola kalimat membentuk suatu satuan gramatikal yang tersusun atas klausa-klausa yang disusun untuk menunjukkan maksud dari kalimat tersebut kepada pembaca.
  Pola kalimat
Istilah fungsi pola kalimat tidak lepas dari subjek, predikat, objek, dan keterangan menurut Verhaar (2008:70)dilihat dari strukturnya, kalimat terdiri atas unsur-unsur yang disebut fungsi-fungsi pola kalimat. Unsur-unsur tersebut dapat berupa kata atau kelompok kata. Unsur-unsur tersebut disusun sesuai sistem tertentu sehingga membentuk kalimat. Kalimat (disebut klausa) terdiri atas unsur-unsur fungsional yang mencakup subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Unsur yang selalu ada dalam klausa ialah predikat. Unsur-unsur yang lain mungkin ada mungkin juga tidak (Ramlan, 2006:84).
Dalam sebuah kalimat, perlu dibedakan kategori pola kalimat, fungsi pola kalimat, dan peran semantis unsur-unsur kalimat. Alwi dkk. (2003:320) menyatakan bahwa tidak ada hubungan satu lawan satu antara bentuk, kategori, fungsi, dan peran. Fungsi pola kalimat adalah subjek, predikat, objek, pelengkap, keterangan. Dalam sebuah kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaktis itu terisi, tetapi paling tidak harus ada konstituen pengisi subjek dan predikat. Senada dengan pendapat tersebut, Verhaar (2008:72) menyatakan bahwa fungsi-fungsi itu tidak memiliki bentuk tertentu, tetapi harus diisi bentuk tertentu, yaitu suatu kategori. Fungsi-fungsi itu juga tidak memiliki makna tertentu, tetapi harus diisi makna tertentu yaitu peran. Fungsi dari pola tersebut memiliki makna dan ketentuan tersebut, dan peran tersebut dikuasai oleh kalimat berdasarkan pola.  
 Fungsi pola kalimat
Pada dasarnya fungsi-fungsi pola terdiri atas subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Paparan selengkapnya adalah sebagai berikut.
1)      Subjek
Pada umumnya, subjek berupa nominal, frasa nominal, atau klausa. Subjek juga sering berupa frasa verbal, misalnya membangun gedung bertingkat mahal sekali. Jika unsur subjek lebih panjang dibanding dengan unsur predikat sering diletakkan di akhir kalimat, misalnya manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian tidak banyak. Subjek pada kalimat aktif transitif akan mejadi pelengkap bila kalimat itu dipasifkan, misalnya anak itu menghabiskan kue saya kue saya
Subjek adalah bagian yang penting sebagai pangkal pembicaraan dan terjadi dari kata benda atau sesuatu yang dianggap benda atau dibendakan Hadi, (2003:15). Subjek merupakan unsur atau bagian kalimat yang wajib hadir dalam kalimat, sedangkan yang lain berfungsi sebagai penjelas. Subjek kalimat sangat menentukan kejelasan makna sebuah kalimat. Subjek kalimat yang posisi atau letaknya kurang tepat (jelas) dalam kalimat menyebabkan kekaburan makna kalimat tersebut.
Putrayasa (2007:64) berpendapat subjek adalah sesuatu yang dianggap berdiri sendiri, dan yang tentangnya diberitakan sesuatu. Lebih lanjut Putrayasa memberikan ciri subjek, yaitu (1) dibentuk dengan kata benda atau sesuatu yang dibendakan dan (2) untuk menentukannya, dapat bertanya dengan kata tanya ”apa” atau ”siapa” dihadapan predikat.
Fungsi subjek dalam sebuah kalimat biasanya dapat diketahui dengan jalan mengajukan pertanyaan apa atau siapa yang dibicarakan dalam kalimat tersebut. Selain ciri khas itu, bagian subjek juga dapat diketahui pada ciri-ciri yang lainsebagaimana yang diungkapkan oleh (Yohanes, 2001:6), yaitu (1) umumnya berkelas kata benda (nomina), maksudnya diisi kata benda atau kata lain yang bernilai benda, (2) diikuti atau dimulai atau dibatasi dengan kata tugas “ini”, “itu”, “yang”, “adalah”, “ialah”, “yakni”, “merupakan”, “yaitu”, dan lain-lain, (3) tempat dapat dipindah-pindah, dan (4) pada kalimat aktif transitif, menduduki pelaku dalam kalimat pasifnya”.
Menurut Sugono (2006:44), Subjek yaitu unsur pokok yang terdapat pada sebuah kalimat di samping predikat. Lebih lanjut Sugono memberikan ciri subjek, yaitu (1) jawaban ”apa” atau ”siapa”, (2) disertai kata ”itu”, (3) didahului kata ”bahwa”, (4) mempunyai keterangan pewatas ”yang”, (5) tidak didahului preposisi, dan (6) berupa nominal atau frase nominal”.
Dari beberapa pendapat atas, dapat disimpulkan bahwa subjek merupakan unsur yang wajib hadir dalam kalimat. Ciri-ciri subjek adalah (1) berupa kata benda (nomina) atau jenis kata lain yang dibendakan, (2) dapat dicari dengan menggunakan kata tanya “siapa” atau “apa”, (3) dapat disertai atau dibatasi dengan kata “ini”, “itu”, “yang”, “adalah”, “ialah”, “yakni”, “merupakan”, “yaitu”, dan lain-lain, (4) berupa kata atau kelompok kata, dan (5) tidak didahului preposisi. Letak subjek dan predikat dapat dipertukarkan tempatnya (tidak selalu berada di depan), yaitu subjek mungkin terletak di depan predikat atau sebaliknya.
2)      Predikat
Seperti halnya dengan subjek, predikat juga sangat menentukan kejelasan makna sebuah kalimat. Menurut Sugono (2006:54) menjelaskan bahwa “predikat merupakan unsur utama suatu kalimat di samping subjek. Predikat merupakan inti kalimat yang berperan menerangkan subjek. Dikatakan menerangkan subjek karena bagian kalimat itu harus memberi keterangan pertama dan utama terhadap subjek. Subjek dan predikat merupakan unsur atau bagian kalimat yang harus ada dalam kalimat. Unsur predikat dikatakan sebagai unsur inti kalimat dan subjek sebagai unsur yang wajib hadir dalam kalimat. Kedua unsur tersebut saling terkait karena kehadirannya menentukan makna kalimat. Ciri predikat adalah (1) jawaban ”mengapa” atau ”bagaimana”, (2) dapat diingkarkan oleh kata ”tidak”, (3) dapat disertai kata-kata aspek ”telah”, ”sudah”, ”belum”, ”akan”, ”sedang” dan modalitas ”ingin”, ”hendak”, dan ”mau”, (4) unsur pengisi predikat dapat berupa kata, atau frase misalnya verba, adjektiva, nomina, preposisi, dan numeralia.
Predikat kalimat biasanya berupa frasa verbal atau frasa adjektival. Pada kalimat yang berpola SP, predikat dapat berupa frasa nominal, frasa numeral, atau frasa preposisional, disamping frasa verbal dan frasa adjektival. Ramlan (2006:86) mengatakan bahwa predikat merupakan unsur klausa yang selalu ada dan merupakan pusat klausa karena memiliki hubungan dengan unsur-unsur lainnya, yaitu dengan S, O, dan K. Berdasarkan strukturya, S dan P dapat dipertukarkan tempatnya, maksudnya S mungkin terletak di muka P, atau sebaliknya P mungkin terletak di muka S, misalnya sangat lemah badannya dan tidak berlari-lari ibu. Ciri-ciri predikat, yaitu (1) dapat diketahui dengan jalan mengajukan pertanyaan: “apa”, “siapa”, “mengapa”, dan “bagaimana” subjek kalimat tersebut, (2) umumnya terletak dibelakang subjek, dan (3) berkelas kata kerja (verba).
Menurut Putrayasa (2007:65), predikat adalah bagian yang memberi keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri atau subjek itu. Maksudnya, predikat merupakan bagian kalimat yang menerangkan subjek. Lebih lanjut Suparman (dalam Putrayasa, 2007:65) memberikan penjelasan predikat dengan ciri-ciri atau penanda predikat tersebut, yaitu (1) penunjuk aspek: sudah, sedang, akan, yang selalu di depan predikat, (2) kata kerja bantu: boleh, harus, dapat, (3) kata penunjuk modal: mungkin, seharusnya, jangan-jangan, (4) beberapa keterangan lain: tidak, bukan, justru, memang, yang biasanya terletak di antara S dan P, dan (5) kata kerja kopula: ialah, adalah, merupakan, menjadi. Kopula mengandung pengertian merangkaikan. Biasanya, kata-kata ini digunakan untuk merangkaikan predikat nominal dengan S-nya, khususnya FB — FB (frase benda-frase benda).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa predikat merupakan inti kalimat yang memberi penjelasan tentang subjek. Jadi, predikat adalah unsur inti kalimat yang menerangkan subjek. Selain dengan subjek, predikat juga memiliki hubungan dengan fungsi yang lain yaitu objek dan keterangan. Menurut (Yohanes, 2001:7) Ciri-ciri predikat adalah
(1) dapat dicari dengan menggunakan kata tanya ”mengapa” atau ”bagaimana”, (2) dapat disertai kata aspek: telah, sudah, belum, akan, sedang; modalitas: ingin, hendak, mau; kata kerja bantu: boleh, harus, dapat; kata penunjuk modal: mungkin, seharusnya, jangan-jangan, (3) dapat ditandai beberapa keterangan lain: tidak, bukan, justru, memang, yang biasanya terletak di antara S dan P, (5) kata kerja kopula: ialah, adalah, merupakan, menjadi, dan (6) unsur pengisi predikat dapat berupa kata, atau frase misalnya verba, adjektiva, nomina, preposisi, dan numeralia.
3)      Objek
Alwi dkk. (2003:328) berpendapat objek adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif, misalnya pembantu membersihkan ruangan saya. Letak objek selalu setelah predikat. Objek dapat dikenali dengan memperhatikan jenis predikat yang dilengkapinya dan ciri khas objek itu sendiri. Objek biasanya berupa nomina atau frasa nominal. Objek dapat diganti dengan pronomina –nya jika objek tergolong nomina, frasa nominal tak bernyawa, atau persona ketiga tunggal, dan jika berupa pronomina aku atau kamu (tunggal), bentuk –ku dan –mu dapat digunakan. Selain berupa nomina dan frasa nominal objek dapat berupa klausa. Objek pada kalimat aktif transitif akan mejadi objek jika kalimat itu dipasifkan. Ciri yang membedakan objek dengan pelengkap adalah pengedepanannya menjadi subjek pada kalimat pasif dan dapat unsur objek diganti dengan –nya.
Sugono (2006:65) memberikan ciri objek yaitu (1) langsung berada di belakang predikat, (2) dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif, dan (3) tidak didahului preposisi. Selanjutnya menurut Ramlan (2006:87)Objek diperlukan jika predikat dalam suatu kalimat terdiri atas kata kerja transitif. Menurut Suwito (2003:61), ciri-ciri objek adalah (1) menerima akibat langsung dari suatu aktivitas, (2) selalu berada setelah predikat, (3) hanya terdapat pada kalimat aktif transitif, (4) hubungan antara objek dengan predikat sangat erat, (5) tidak dapat dipindah-pindah, dan (6) dapat berubah menjadi subjek jika kalimatnya diubah menjadi pasif.
Objek juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung adalah nomina atau frasa nominal yang melengkapi verba transitif yang diketahui oleh perbuatan yang terdapat dalam predikat verba atau yang ditimbulkan sebagai hasil perbuatan yang terdapat dalam predikat verba. Objek tak langsung adalah nomina atau frasa nominal yang menyertai verba transitif dan menjadi penerima atau diterangkan oleh perbuatan yang terdapat dalam predikat. Perbedaan antara keduanya adalah jika objek langsung dapat menjadi subjek pada kalimat pasif, sedangkan objek tidak langsung tidak bisa menjadi subjek pada kalimat pasif.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa objek merupakan bagian kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif. Hubungan antara objek dan predikat sangatt erat. Ciri-ciri objek adalah (1) selalu berada di belakang predikat, (2) tidak mudah dipindah-pindah tetapi dapat menjadi subjek jika kalimatnya diubah menjadi kalimat pasif, (3) berupa kata benda (nomina atau frasa nomina) atau kata lain yang dibendakan, (4) tidak didahului preposisi, (5) dapat diganti dengan pronomina –nya dan jika berupa pronomina aku atau kamu (tunggal), bentuk –ku dan –mu dapat digunakan.
4)      Pelengkap
Sebenarnya pelengkap mempunyai persamaan dengan objek, yaitu selalu berada dibelakang predikat. Oleh karena itu, pelengkap merupakan unsur sintaksis yang serig dikacaukan dengan objek oleh sebagian orang. Wujud pelengkap hampir sama dengan objek. Menurut Suwito (2003:61)
Penanda yang dapat digunakan untuk membedakan pelengkap degan objek adalah (1) dapat berada pada kalimat aktif transitif dan berada setelah objek, contohnya paman mencarikan kakak pekerjaan, (2) dapat berada pada kalimat intransitif, petani di pegunungan bertanam jagung, (3) dapat didahului preposisi (tentang atau pada) bila predikat berawalan –ber, contohnya kami berbicara tentang keadaan sekolah dan saya tidak ingin bergantung pada suami, dan (4) bila berada langsung setelah predikat, kalimat tidak dapat dijadikan kalimat pasif, contohnya adikku menjadi ketua kelas.

Yohanes (2001:8) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pelengkap dalam kalimat pada dasarnya mirip dengan objek, yakni sama-sama terletak di bagian belakang predikat dan berwujud kata benda (nomina). Persamaan dan perbedaan antara objek dan pelengkap dapat dilihat pada ciri-cirinya. Ciri objek yaitu (1) kategori katanya nomina, (2) berada langsung dibelakang di belakang verba transitif tanpa preposisi, (3) dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif, (4) dapat diganti dengan bentuk –nya. Ciri pelengkap yaitu (1) kategori katanya dapat nomina, verba, atau adjektiva, (2) berada di belakang verba intransitif dan didahului preposisi,
(3) tidak dapat menjadi subjek apabila dipasifkan, (4) tidak dapat diganti dengan bentuk –nya kecuali didahului oleh preposisi selain di, ke, dari, dan akan.
Pelengkap dalam sebuah kalimat dapat diketahui dengan mengubah posisi kata (frasa) di belakang predikat menjadi subjek kalimat pasif. Kalau kata (frasa) di belakang predikat itu tidak dapat digeserkan menjadi subjek kalimat pasif, maka kata (frasa) tersebut adalah pelengkap.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pelengkap merupakan bagian kalimat yang mempunyai persamaan (mirip) dengan objek, yaitu terletak di belakang predikat. Perbedaan antara objek dan predikat dapat dilihat dari ciri-cirinya. Ciri-ciri pelengkap adalah (1) berupa nomina, verba, atau adjektiva, (2) umumnya berada di belakang predikat yang berupa verba intransitif, (3) dapat didahului preposisi ”tentang” atau ”pada”, (4) tidak dapat menjadi subjek akibat pemasifan kalimat, (5) tidak dapat diganti dengan bentuk –nya kecuali jika didahului oleh preposisi selain di, ke, dari, dan akan.
5)      Keterangan
Menurut Alwi dkk., (2003:330)Keterangan merupakan fungsi sintaksis yang paling beragam dan paling mudah berpindah letaknya  Keterangan dapat berada di akhir, di awal, bahkan di tengah, kalimat. Pada dasarnya keterangan sama dengan objek, keterangan tidak harus ada dalam sebuah kalimat. Fungsi keterangan hanya muncul bila diperlukan. Tetapi pada dasarnya keterangan adalah unsur atau bagian kalimat yang menyatakan “penjelasan” lebih lanjut terhadap predikat atau objek. Keterangan merupakan unsur bukan inti kalimat yang menerangkan predikat atau objek “Tempat keterangan dalam kalimat biasanya bebas, dan cakupan semantis keterangan lebih luas, yaitu mewatasi unsur kalimat atau seluruh kalimat (Yohanes, 2001:9). Letak keterangan bebas, artinya dapat terletak di depan subjek dan predikat, diantara subjek dan predikat, dan di belakang subjek dan predikat, atau di belakang predikat dan objek. Fungsi keterangan berbeda dengan unsur kalimat yang lainnya. Unsur keterangan posisinya bersifat fleksibel, dapat ditempatkan di awal, di tengah, ataupun di akhir kalimat.
Keterangan merupakan bagian kalimat yang menerangkan S-P-O/Pel, S-P, S-P-O, S-P-Pel, P-O, P-Pel, dan P. Letak keterangan dapat dengan mudah dipindah kecuali diantara P-O dan P-Pel. Keterangan dalam sebuah kalimat mempunyai banyak makna. Menurut Putrayasa (2007:68), makna keterangan ditentukan oleh perpaduan makna unsur-unsurnya. Berdasarkan maknanya, terdapat bermacam-macam keterangan berikut penandanya, yaitu sebagai berikut.
a.       Keterangan tempat ditandai oleh: di (di kamar), ke (ke kantor), dari (dari pasar), dalam (dalam lemari), dan pada (pada permukaan).
b.      Keterangan waktu ditandai oleh: pada (pada hari ini), dalam (dalam minggu ini), se- (sepulang dari kampus), sebelum (sebelum pukul 12), sesudah (sesudah pukul 10), selama (selama dua minggu), sepanjang (sepanjang tahun).
c.       Keterangan alat ditandai oleh: dengan (dengan gunting).
d.      Keterangan tujuan ditandai oleh: agar/supaya (agar/supaya kamu pintar), untuk (untuk kemerdekaan), bagi (bagi masa depanmu), demi (demi kekasihnya).
e.       Keterangan cara ditandai oleh: dengan (dengan diam-diam), secara (secara hati-hati), dengan cara (dengan cara damai), dengan jalan (dengan jalan berunding).
f.       Keterangan penyerta ditandai oleh: dengan (dengan adiknya), bersama (bersama orang tuanya), beserta (beserta saudaranya).
g.      Keterangan perbandingan ditandai oleh: seperti (seperti angina), bagaikan (bagaikan seorang dewi), laksana (laksana bintang di langit).
h.      Keterangan sebab akibat ditandai oleh: karena (karena perempuan itu), sebab (sebab kecerobohannya), sehingga, sampai, akibatnya.
i.        Keterangan kesalingan misalnya: saling (mencintai) satu sama lain.
j.        Keterangan kuantitas; sedikit, banyak, cukup.
a.       Keterangan alasan; berdasar hal itu, sehubungan dengan hal itu.
b.      Keterangan modalitas; mustahil, barangkali, moga-moga.
c.       Keterangan perlawanan; meskipun, walaupun.
d.      Keterangan perwatasan; selain, kecuali.
e.       Keterangan syarat; jika, kalau.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keterangan merupakan unsur bukan inti kalimat yang menerangkan subjek, predikat, objek, atau pelengkap. Letak keterangan mudah dipindah-pindah kecuali diantara predikat-objek dan predikat-pelengkap.
Kategori pola kalimat
Kalimat merupakan rangkaian kata-kata yang disusun berdasarkan kaidah tata kalimat dan menduduki jabatan tertentu. Jabatan atau fungsi kalimat itu disebut unsur-unsur kalimat. Para ahli bahasa menyebut unsur-unsur kalimat tersebut dengan fungsi sintaktis kalimat. Sebuah kalimat yang diujarkan atau ditulis mengikuti aturan-aturan tertentu yang disebut pola. kalimat merupakan manifestasi pikiran pemakai bahasa yang dituangkan dalam bentuk tertentu. Bentuk kalimat tersebut disebut pola atau acuan kalimat.
Menurut Mukuan (2005:29), Pola kalimat merupakan rangkaian kata-kata yang menduduki fungsi tertentu yang disusun berdasarkan kaidah tata kalimat. Urutan letak unsur kalimat merupakan salah satu dasar pola kalimat. Urutan letak kata-kata (frasa) yang merupakan unsur-unsur kalimat dapat diubah tanpa menimbulkan perubahan makna dasarnya. Jadi, urutan letak kata-kata yang merupakan unsur-unsur kalimat memegang peranan penting karena tersusun menurut aturan atau kaidah yang berlaku. Ridhani (1995:24) berpendapat pola kalimat adalah kerangka kalimat atau kerangka gramatika kalimat suatu bahasa yang berfungsi sebagai dasar perwujudan kalimat oleh penuturnya. Kalimat tertata berdasarkan kaidah yang berlaku, fungsi atau kedudukan dalam kalimat.
Beraneka macam kalimat yang dibentuk dapat dikembalikan ke salah satu pola dasar kalimat. Agar dapat dengan mudah mengidentifikasi pola dasar kalimat yang dibentuk tersebut, perlu ditetapkan terlebih dahulu pola dasar kalimat yang menjadi dasar perluasan. Jika kalimat yang menjadi dasar perluasan tersebut disebut kalimat dasar, maka kalimat itulah yang terlebih dahulu ditetapkan polanya (Rusmadji, 2003:67). Sependapat dengan Rusmadji, Keraf (2000:190) menyatakan bahwa sebuah kalimat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat yang luas, kalimat yang mengalami penambahan unsur.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan urutan letak unsur kalimat dapat mengubah makna kalimat sebelumnya, bahkan dapat mengakibatkan suatu susunan yang tidak bermakna. Kalimat yang memiliki susunan bertingkat-tingkat terbentuk dari gabungan beberapa pola dasar. Pola kalimat dapat diketahui dengan mengetahui terlebih dahulu pola dasar kalimat yang membentuk kalimat tersebut. 
Dengan demikian, untuk memahami kalimat yang kompleks kita perlu menetapkan terlebih dahulu pola dasar yang menjadi landasan sebuah kalimat tersebut. Jadi, pola kalimat adalah urutan letak frasa yang menduduki unsur fungsi tertentu dengan mengikuti kaidah tatakalimat.  
  Macam-macam kalimat
Kalimat dapat diklasifikasikan berdasarkan dengan jumlah dan jenis klausa yang terdapat di dalamnya, Berdasarkan jumlah dan jenis kalusa yang terdapat di dalamnya, kalimat yaitu kalimat minor dan kalimat mayor.
1    Kalimat minor
Kalimat minor adalah adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa terikat atau sama sekali tidak mengandung struktur klausa. Kalimat minor dibedakan atas:
a.    Kalimat minor berstruktur
kalimat minor berstruktur adalah kalimat yang muncul sebagai lanjutan, pelengkap atau penyempurna kalimat utuh atau klausa atau klausa lain yang terdahulu dalam wacana. Contoh “Terserah saja”, (apa yang kau bawa itu? (“makanan”).
b.    Kalimat minor tidak berstruktur
            kalimat minor minor tidak terstruktur adalah kalimat yang muncul sebagai akibat pengisian wacana yang ditentukan oleh situasi, contoh apabila terjadi kebakaran maka orang berteriak “kebakaran”, apabila ada tukang sate lewat maka dipanggil “Sate”.
2    Kalimat mayor
Kalimat mayor adalah kalimat yang terdiri atas sekurang-kurangnya satu kalusa bebas, berdasarkan statusnya, dalam kalimat mayor terdapat unsur pembentuk yang inti saja, berdasrkan jumlah klausa yang terdapat di dalamnya, kalimat mayor dapat dibedakan atas (a) kalimat tunggal, (b) kalimat bersusun, dan (c) kalimat majemuk (Tarigan, 1993:5).
a.   Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa bebas, tanpa  klausa terikat contoh :
(1) AndiMandi.
(2) Budi makan.
b.   Kalimat bersusun
Kalimat bersusun adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa bebas, dan sekurang-kurangnya satu klausa terikat contoh :
(1) Dia pergi sebelum matahari terbit.
(2) Kami akan bertanding kalau wasitnya bukan dia.
Kalimat (1) dan (2) merupakan contoh kalimat bersusun,  dia pergi  dan kami akan bertanding merupakan klausa bebas, sedangkan  sebelum  matahari terbit  dan  kalau wasitnya bukan dia merupakan klausa terikat. Kridalaksana, 2001).
c.   Kalimat Majemuk
Kalimat mejemuk adalah kalimat yang terdiri atas beberapa klausa bebas. Istilah kalimat majemuk dalam bagian ini dapat dipadankan dengan kalimat majemuk setara (bandingkan  Alwi, 1998; Kridalaksana, 2001), yang dalam strukturnya ditandai oleh konjungtor yang menyatakan  hubungan makna aditif,ekuatif, dan ekseptif.
(1) Saya menyuruhnya pergi, tetapi dia tidak bergeming.
(2) Anwar tidak akan bekerja, kecuali gaji bulan lalu telah dibayar.
Pola Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausa
Ada beberapa macam kalimat yang dibedakan berdasarkan jumlah klausanya, jumlah klausa tersebut, yaitu kalimat sederhana dan kalimat luas
1    Kalimat sederhana
Menurut (Suwito, 2003:59)kalimat sederhana adalah kalimat yang hanya dibangun oleh satu ide. Kesederhanaan suatu kalimat bukan didasarkan pada jumlah kata yang terdapat pada kalimat itu atau panjang pendeknya kalimat tersebut. Sedangkan menurut Ramlan (2006:47), kalimat sederhana merupakan kalimat yang terdiri dari satu klausa.
Menurut Hadi (2003:329), Kalimat sederhana dibentuk dari sebuah klausa yang unsur-unsurnya berupa kata atau frasa. Menurut strukturnya (adanya subjek, predikat, objek, dan keterangan) sebuah kalimat sederhana dalam bahasa Indonesia memiliki pola :
            (1) Subjek + predikat
Contoh : Ayahku seorang dokter
            (2) Subjek + predikat + objek
 Contoh : Ayah membaca koran pagi
            (3) Subjek + predikat + objek + keterangan
Contoh : Ayah membaca koran di taman
            (4) Subjek + predikat + objek + objek
            Contoh : Ayah membukakan saya pintu.
Sebagian para ahli bahasa menyebut kalimat sederhana dengan kalimat tunggal. Meskipun demikian, perbedaan sebutan tersebut tidak mengubah pengertian atau maksud keduanya. Cook (dalam Tarigan, 1996:5) dan Rusmadji (1993:73) menyebut kalimat sederhana dengan kalimat tunggal. Menurutnya, Kalimat sederhana adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa bebas tanpa klausa terikat. Kalimat sederhana terdiri atas satu kesatuan inti, baik dengan maupun tanpa bagian bukan inti. Keraf (2000:152) menyatakan bahwa kalimat sederhana merupakan Kalimat yang hanya terdiri dari dua unsur inti dan dapat diperluas dengan satu atau lebih unsur tambahan”. Yohanes (2001:14) mendefinisikan kalimat sederhana sebagai kalimat yang dibentuk oleh sebuah klausa. Hal senada juga diungkapkan oleh Alwi dkk. (2003:338). Menurutnya, kalimat sederhana adalah “kalimat yang terdiri atas satu klausa disebut kalimat tunggal atau kalimat sederhana. Hal itu berarti bahwa konstituen untuk tiap unsur kalimat, seperti subjek dan predikat, hanyalah satu atau merupakan satu kesatuan. Dalam kalimat sederhana terdapat semua unsur wajib yang diperlukan. Di samping itu, tidak mustahil ada pula unsur mana suka seperti keterangan tempat, waktu, dan alat. Dengan demikian kalimat mana suka tidak selalu dalam wujud yang pendek, tetapi juga dapat panjang seperti terlihat pada contoh berikut.
a. Dia akan pergi.
(Subjek + objek keterangan)
b. Kami mahasiswa Universitas Negeri Malang.
(Subjek + objek keterangan)
c. Guru bahasa Indonesia akan dikirim ke luar negeri.
(Subjek + objek keterangan)
d. Pekerjaan dia mengawasi semua siswa di sini.
(keterangan + Subjek + objek keterangan)
Dari beberapa pendapat di atas, dapat di tarik disimpulkan bahwa kalimat sederhana adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa, yang terbagi atas satu subjek dan satu predikat. Kalimat sederhana terdiri atas dua unsur inti yang dapat diperluas dengan menambah unsur yang lain, asal tidak mengubah arti semula dan unsur utamanya.
2    Kalimat luas
Menurut (Suwito, 2003:60)Kalimat luas adalah kalimat yang dibangun lebih dari satu ide. Ide itu dapat disusun secara sejajar, dapat juga disusun secara bertingkat. Menurut Ramlan (2006:47)kalimat luas terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat luas dibagi tiga yaitu (1) kalimat luas setara, (2) kalimat luas bertingkat, dan (3) kalimat luas campuran.
Para ahli bahasa yang lain menyebut kalimat luas dengan kalimat majemuk. Rusmadji (1993:73) yang menyebut kalimat luas dengan kalimat majemuk, memberikan definisi kalimat luas ialah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Hal itu berarti bahwa kalimat luas terdiri atas lebih dari satu bagian inti, baik dengan maupun tanpa bagian bukan inti. Dilihat dari pembentukannya, kalimat luas dapat dikatakan berasal dari dua kalimat sederhana atau lebih yang dihubung-hubungkan menjadi satu.
Contoh:
a. Tabrakan itu terjadi di jalan Jombang dan dua orang meninggal.
(objek + subjek + keterangan subjek)
b. Saya akan hadir kalau saya diundang.
(subjek + keterangan objek)
c. Monumen Nasional itu dibuat ketika kamu masih kecil.
(subjek + prediket + keterangan prediket)
d. Saya ingin mengantarnya tetapi ia keberatan.
(subjek + prediket + keterangan prediket)

Keraf (2000:167) memberikan batasan kalimat luas dengan melihat perluasan kalimat sederhana.
Batasan yang diberikan yaitu (1) kalimat luas adalah kalimat sederhana yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa, sehingga perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat baru di samping pola yang sudah ada, contohnya anak itu, yang kau kira perempuan, bermain bola, dan (2) kalimat luas adalah penggabungan dari dua kalimat sederhana atau lebih sehingga kalimat yang baru ini mengandung dua pola kalimat atau lebih, contohnya ayah menulis surat, sambil adik duduk di pangkuannya.

Yohanes (2001:17) mempunyai pendapat yang berbeda dalam penyebutan kalimat luas. Ia menyebut kalimat luas dengan kalimat klausa majemuk. Hal ini dikarenakan yang majemuk bukanlah kalimatnya, melainkan klausanya. Kalimat luas yaitu kalimat yang dibentuk oleh dua buah klausa atau lebih.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat luas terdiri atas dua atau lebih klausa yang membentuk dua atau lebih pola kalimat. Kalimat luas berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) kalimat luas setara, (2) kalimat luas bertingkat, dan (3) kalimat luas campuran.
1). Kalimat luas setara
Chaer (2000:340) menjelaskan bahwa kalimat luas setara dibentuk dari dua buah klausa atau lebih yang digabungkan menjadi sebuah kalimat, baik dengan bantuan kata penghubung ataupun tidak. Menurut Ramlan (2006:49), dalam kalimat luas setara klausa yang satu tidak merupakan bagian klausa yang lain; masing-masing klausanya berdiri sendiri atau sama-sama sebagai klausa inti.
Keraf (2000:168) yang menyebut kalimat luas setara dengan kalimat majemuk sederajat, menyatakan bahwa kalimat luas sederajat (koordinatif) memiliki kedudukan pola-pola kalimat yang sama tinggi, tidak ada pola-pola kalimat yang menduduki suatu fungsi dari pola yang lain. Menurut Arifin (2002:5), kalimat luas setara memperlihatkan ketidaksamaan derajat diantara struktur-struktur kalimat sederhana yang membentuknya karena ada struktur kalimat yang mendukung salah satu fungsi saja dari struktur kalimat yang lain.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ramlan (2006:5) Hubungan antara pola kalimat pembentuk kalimat luas setara dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu :
(1) hubungan setara penjumlahan, yang ditandai dengan kesenyapan atau partikel, seperti dan, serta, pula, lagi, dan selain diantara kalimat sederhana yang membentuk kalimat luas setara tersebut, (2) hubungan setara perurutan, ditandai dengan kehadiran partikel kemudian, lalu, dan sesudah itu, (3) hubungan setara pemilihan, ditandai dengan kehadiran partikel berupa atau, dan (4) hubungan setara pertentangan ditandai dengan kehadiran partikel tetapi, melainkan, dan hanya

Contoh:
a. Kami belajar di perpustakaan, mereka bermain di halaman, dan guru-guru mengadakan rapat di kantor.
   (subjek + prediket+objek), (subjek + prediket+objek) + (subjek + prediket+objek +pelengkap)
b. Mula-mula mereka membuka hutan itu, lalu mereka menyiapkan pondok tempat tinggal, kemudian barulah mereka menyiapkan lahan pertanian.
(keterangan + subjek + prediket+objek), (keterangan subjek + prediket+objek) + (subjek + prediket+objek +pelengkap)
c. Kita harus segera berangkat atau kita tunggu dulu kedatangan beliau.
   (subjek + prediket+objek), (subjek + prediket+objek pelengkap)
d. Saya ingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi tetapi orang tua saya tidak mampu membiayainya.
   (subjek + prediket+objek+pelengkap)
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat luas setara yaitu kalimat yang klausa satunya tidak merupakan bagian klausa yang lain, masing-masing klausanya berdiri sendiri atau sama-sama sebagai klausa inti. Di dalam kalimat luas setara tidak terdapat pola kalimat yang menduduki suatu fungsi tertentu lebih tinggi dari pola yang lain.
2). Kalimat luas bertingkat
Ramlan (2006:51) menyatakan bahwa dalam kalimat luas yang tidak setara klausa yang satu merupakan bagian dari klausa lainnya. Klausa yang merupakan bagian dari klausa lainnya itu disebut klausa bawahan, sedangkan klausa lainnya disebut klausa atasan. Jadi, kalimat luas yang tidak setara terdiri dari klausa atasan dan bawahan, sedangkan kalimat luas yang setara terdiri dari klausa atasan semua.
Menurut Chaer (2000:342), kalimat luas bertingkat dibentuk dari dua buah klausa, yang digabungkan menjadi satu. Penggabungan tersebut biasanya dengan bantuan kata penghubung sebab, kalau, meskipun, dan sebagainya. Kedudukan klausa-klausa di dalam kalimat luas bertingkat tidak sama derajatnya. Yang satu mempunyai kedudukan lebih tinggi dari yang lain; atau yang satu mengikat atau terikat pada yang lain.
Contoh:
a. Harga jual barang-barang ini terpaksa dinaikkan sebab biaya produksi dan ongkos kerja juga naik.
      (subjek + keterangan + prediket+keterangan pelengkap)
b. Ia berangkat juga ke sekolah meskipun hujan turun lebat sekali.
     (subjek + prediket+objek + keterangan)
c. Saya akan datang pada pernikahanmu nanti kalau skripsiku sudah selesai.
   (subjek + prediket+objek + keterangan waktu)
Klausa yang kedudukannya lebih tinggi mempunyai kedudukan yang bebas, sehingga tanpa kehadiran klausa yang lain tetap dapat berdiri sendiri sebagai sebuah kalimat. Begitu juga sebaliknya, klausa yang kedudukannya lebih rendah mempunyai kedudukan yang tidak bebas, sehingga tidak dapat berdiri sendiri sebagai sebuah kalimat. Klausa bebas dalam kalimat luas bertingkat disebut induk kalimat, sedangkan klausa tidak bebas disebut anak kalimat. Klausa yang disebut anak kalimat ini, biasanya didahului dengan kata penghubung (Chaer, 2000:343).
Kemudian Arifin (2002:6) menerangkan bahwa hubungan antara unsur penambah dengan kalimat asalnya dapat dilaksanakan secara implisit maupun eksplisit. Kalimat asal yang diperluas disebut induk kalimat, sedangkan kalimat yang merupakan unsur tambahan atau merupakan perluasan unsur kalimat asal itu disebut anak kalimat. Anak kalimat dalam kalimat luas bertingkat dapat menduduki (1) fungsi subjek, (2) fungsi keterangan subjek, (3) fungsi predikat, (4) fungsi objek, (5) fungsi keterangan objek, (6) fungsi keterangan lainnya, seperti keterangan sebab, akibat, waktu, dan tujuan”. Contoh:
a. Orang yang duduk di depan itu gendut sekali.
   (subjek + prediket+objek pelengkap)
b. Mereka mengejar orang yang mencopet uangku.
   (subjek + prediket+objek pelengkap)
c. Ia tidak mengetahui bahwa kami telah menikah.
   (subjek + prediket+objek pelengkap)
d. Aku baru tahu anak itu tampak gelisah juga.
   (subjek + prediket+objek pelengkap)
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat luas bertingkat ialah kalimat yang dua klausanya atau lebih mempunyai kedudukan yang bertingkat atau tidak sederajat (bersifat subordinatif). Klausa yang satu merupakan bagian dari klausa lainnya. Klausa yang merupakan bagian dari klausa lainnya disebut klausa bawahan, sedangkan klausa lainnya disebut klausa atasan. Jadi, kalimat luas bertingkat terdiri dari klausa bawahan dan klausa atasan.
3). Kalimat luas campuran
Chaer (2000:331) menyebutkan Kalimat luas terdiri dari dua kalimat luas rapatan dan kalimat luas sisipan. Dua buah kalimat atau lebih dapat digabungkan menjadi sebuah kalimat luas rapatan dengan cara merapatkan bagian atau unsur kalimat yang sama. Bagian atau unsur yang sama tersebut mungkin terdapat pada subjek, predikat, objek, keterangan, atau pada dua atau tiga bagian itu. Kalimat luas bersisipan adalah kalimat luas yang dibentuk dari dua buah klausa atau lebih. Salah satu dari klausa itu menjadi klausa yang disisipi atau klausa dasar dan klausa lain menjadi klausa yang disisipkan. Penyisipan ini dilakukan dengan bantuan kata penghubung yang, bahwa, dan tempat. Dalam kalimat bersisipan, klausa yang disisipkan berfungsi sebagai keterangan atau penjelas dari bagian klausa dasar yang disisipinya. Bagian klausa dasar yang biasa diberi keterangan dengan klausa sisipan ini adalah unsur subjek dan objek.
Keraf (2000:170) menyebut kalimat luas campuran dengan kalimat majemuk campuran. Menurutnya, kalimat luas campuran dapat terdiri atas sebuah pola atasan dan sekurang-kurangnya dua pola bawahan, atau sebaliknya. Hal itu berarti kalimat luas campuran terdiri atas satu induk kalimat dan sekurang-kurangnya dua anak kalimat, atau sekurang-kurangnya dua induk kalimat dan satu atau lebih anak kalimat. Sejalan dengan pendapat Keraf, Kusno (1985:126) menyatakan bahwa Kalimat luas campuran merupakan gabungan dari kalimat luas setara dan kalimat luas bertingkat. Kalimat luas campuran sekurang-kurangnya memiliki tiga pola kalimat, dua diantaranya sejajar dan pola kalimat lain bertingkat.
Menurut Arifin (2002:10), kalimat luas campuran adalah gabungan dari kalimat luas setara dan kalimat luas bertingkat. Jadi, disamping hubungan kesetaraan terdapat pula hubungan antara klausa atasan dan klausa bawahan. Hubungan kesetaraan ini dapat terjadi di bagian klausa bawahan dan dapat juga di bagian klausa atasan. Ada dua pola kalimat luas campuran, yaitu (1) kalimat luas campuran yang terdiri dari satu pola atasan dengan dua pola bawahan yang setara dan (2) kalimat luas campuran dengan dua pola atasan yang setara dan satu pola bawahan.
Contoh:
a. Saya menulis surat dan adik menonton televisi ketika ayah pulang.
   (subjek + prediket+keterangan objek + keterangan waktu)
b. Ani tidak jadi datang ke pesta itu karena tidak saja kondisi badannya kurang sehat, tetapi juga karena tidak diizinkan bapaknya.
(subjek + prediket+keterangan objek + keterangan waktu)
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat luas campuran yaitu gabungan dari kalimat luas setara dan kalimat luas bertingkat. Kalimat luas campuran sekurang-kurangnya memiliki tiga pola kalimat, dua diantaranya sejajar dan pola kalimat lain bertingkat.