kelender Islam
Senin, 30 April 2012
Sabtu, 28 April 2012
Jumat, 20 April 2012
sastra kontemporer
Puisi-puisi Sutardji Calzoum Bahri.
Puisi-puisi Sutardji
Calzoum Bachri yang
dijadikan objek dalam
penelitian ini adalah
puisi Tragedi Winka
dan Sihka, Puisi
Shanghai, Puisi Solitude,
dan puisi Sepisaupi.
Ia pernah menyatakan
diri sebagai “Presiden
Penyair Indonesia”. Pelopor
penulis puisi konkret.
Sutardji merintis suatu
bentuk baru dalam
puisi Indonesia, yakni
puisi konkret dan
mantra.
4.1
Struktur Puisi Tragedi
Winka dan Sihka
Tata wajah
zigzag menyerupai huruf
z dari puisi
Sutardji Calzoum Bahri
sangat terkenal. Seperti
yang bisa dilihat
pada puisi di
bawah ini :
Trgedi
Winka dan
Sihka
kawin
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
ka
winka
winka
winka
winka
winka
winka
sih
ka
sih
ka
sih
sih
sih
ka
sih
sih
sih
sih
sih
sih
ka
ku
(O,Amuk,
Kapak, 1981)
Dalam
puisi di atas bentuk grafis sangat dipentingkan penyair, bukan hanya penyair menulis dengan
bentuk zigzag, tapi juga penyair ingin menyampaikan gagasan lewat pengulangan
kata yang dibolak-balik. Di sinilah kenapa Sutardji dipandang sebagai bapak pembaharu puisi kontemporer karena
dia sudah berani mengobok-obok bentuk puisi lama yang dalam penyampaianya
selalu dalam bentuk bait empat baris. Dalam bentuk fisik puisi yang tidak biasa itu Sutardji
menyampaikan gagasan lewat kata yang sederhana menjadi sangat rumit dan
bermakna. Kata yang ditulis hanya kawin kasih.
Namun, di tangan Sutardji kedua kata itu menjadi kata yang luar biasa yang
mempunyai makna
tersembuyi di balik bentuk zigzag dan bolak-balik kata. Tanpa membuat kata
tersebut kehilangan makna.
Dari
puisi tragedi Winka
dan Sihka penyair
benar-benar mempunyai kebebasan
untuk menentukan isi
yang hendak disampaikannya dengan
bentuk yang akan
dipergunakannya. Hal itu
semata-mata karena ia
ingin menyampaikannya secara
demikian. Bebas, lain
dari yang lain.
Kita lihat pada
pusi Tragedi Winka
dan Sihka, mungkin
sekali Sutardji menganggap
bahwa susunan ke
bawah seperti puisi
yang konvensional kurang
mewakili isi dan
makna yang hendak
disampaikannya. Itulah sebabnya
ia menggunakan bentuk
yang dianggap cocok
dan sesuai dengan
rasa hati dan
pikiran yang hendak
diungkapkannya.
Jika kita perhatikan
benar puisi Sutardji
di atas seolah-olah
membentuk sebuah perjalanan
panjang yang berkelok-kelok, untuk
akhirnya sampai pada
tempat terakhir ‘ka ku’.
Kalau hal itu
kita hubungkan dengan
perjalanan perkawinan dan
kasih yang menyertainya,
rasanya memang tepat.
Sebuah perkawinan dan
kasih memang harus
dilalui dengan liku-liku,
lengkap dengan pasang
surutnya dan suka
dukanya. Kalau suatu
saat hal itu
harus berakhir, bukanlah
itu merupakan sebuah
tragedi. Tragedi yang
akan dialami oleh
hampir semua orang.
Winka kebalikan
dari Kawin, yang dapat
diartikan sebagai perkawinan
yang gagal. Sihka kebalikan
dari Kasih,
artinya, karena perkawinannya
gagal maka kasih
itu menjadi kebencian.
Baris yang menuju
ke kanan artinya
makin besar tingkatannya,
sedangkan baris yang
menjauh ke kiri
artinya makin mengecil.
Sementara larik yang
terdiri dari hanya
satu suku kata
bisa bermakna orang
yang kawin itu
sudah putus dan
menjalani hidup sendiri-sendiri.
Tampak di sini justru dengan kebebasannya, penyair dapat mengungkapkan
rasa, hati, dan
pikirannya secara total. Bentuk
yang diciptakannya lebih
memperjelas dan mempertegas
isi yang diutarakan.
4.2 Struktur
Puisi Shanghai
Sikap masa
bodoh penyair ini
diekspresikan sebagai reaksi
terhadap keadaan dunia
yang tidak menentu.
Puisi dengan tema
main-main tetapi mengandung
sindiran keras juga
kita dapati pada
puisi-puisi Sutardji Calzoum
Bachri. Berikut ini
dikemukakan puisinya “Shang
Hai” sebagai berikut :
Shang
Hai
Ping di
atas pong
Pong di
atas ping
Ping-ping bilang
pong
Pong-pong bilang
ping
Mau pong
? bilang ping
Mau mau
bilang pong
Mau ping
? bilang pong
Mau-mau bilang
ping
Ya pong
ya ping
Ya ping
ya pong
Tak ya
pong tak ya
ping
Ya tak
ping ya tak
pong
Ku tak
punya ping
Pinggir ping
ku mau pong
Tak-tak bilang
ping
Pinggir pong
ku mau ping
Tak-tak
bilang pong
Sembilu jarakmu
merancap nyaring
(O, Amuk, Kapak,
1981)
Dalam puisi
shanghai mengandung makna
berbohong, dilihat dari
judul puisinya kata “Shanghai” mengingat
kita pada pembendaharaan dari
bahasa Cina. Dalam
tiap baris puisi
tersebut mengandung unsur
mengajak dan ikut
melakukan kehendak orang
lain meskipun melanggar
hukum agama yaitu
bersikap bohong.
Puisi ini menyindir orang-orang yang berkeyakinan fanatik yang tidak
mengindahkan perbedaan yang ada, mereka kalangan orang-orang yang menutup diri
dengan orang-orang yang tidak sama dengan mereka.
Pada larik
pertama “Ping di atas
pong” dan “Pong di
atas ping”. Larik
tersebut berarti seseorang
yang tidak selamanya
di atas, ada
saatnya di bawah,
maksudnya tidak selamanya
orang itu senang,
suatu saat pasti
merasakan hidup susah.
Pada larik ketiga dan
keempat yaitu “Ping-ping bilang
pong” dan “Pong-pong bilang
ping”, maksudnya seseorang
yang mengatakan ikutlah
apa yang aku
lakukan, jika kau
mau memiliki seperti
apa yang aku
miliki.
Pada larik
lima, enam, tujuh
dan delapan yaitu
pada kalimat “Mau
pong”? “Bilang ping”,
“Mau-mau bilang pong”
dan “Mau ping”?
“Bilang pong”, “Mau-mau
bilang ping”. Maksudnya
umpama antara si
A si B.
Si A berkata
apakah si B
mau melakukan apa
yang dilakukan olehnya,
jika mau, ikutlah.
Maka jawab si
B, ya mau,
karena ia mau
memiliki seperti apa
yang dimiliki si A.
Selanjutnya pada
larik Sembilan dan
sepuluh yaitu pada
larik “Ya pong ya
ping” “Ya ping
ya pong” maksudnya
adalah antara si A dan
si B sudah
sepaham dan sependapat
terhadap suatu perbuatan.
Kalau baik yang dilakukan
maka baiklah mereka,
jika perbuatan buruk
yang dilakukan maka
buruklah mereka.
4.3 Struktur
Puisi Solitude
Sutardji
merintis suatu bentuk
baru dalam puisi
Indonesia, yakni puisi
konkret dan mantra.
Puisi dikembalikan pada
kodratnya yang paling
awal, yaitu sebagai
mantra yang mengandalkan
kata sebagai kekuatan
bunyi yang tidak
“dijajah” oleh makna
atau pengertian.
Dalam
kredo puisi yang
merupakan perwujudan sikap
sutardji dalam berpuisi
antara lain dinyatakan
bahwa “Kata-kata adalah
pengertian itu sendiri.
Kalau diumpamakan dengan
kursi, maka kata
adalah kursi itu
sendiri dan bukan
untuk duduk. Selanjutnya
Ia juga menyatakan
bahwa “Dalam puisi
saya, saya bebaskan
kata-kata dari tradisi
lapuk yang membelenggunya seperti
kamus dan penjajahan.
Penjajahan lain seperti
moral kata yang
dibebankan masyarakat pada
kata tertentu dengan
dianggap kotor (obscene)
serta penjajahan gramatika.
Berikut disajikan puisi
“Solitude”
Solitude
yang paling
mawar
yang paling
duri
yang paling
sayap
yang paling
bumi
yang paling
pisau
yang paling
risau
yang paling
nancap
yang paling
dekap
yang paling
paling
kau !
(O, Amuk,
kapak,1981)
Puisi “Solitude”
menunjukkan kesepian hati
penyair (Solitude artinya
kesepian). Saat hening
dan sunyi itu
dapat dirasakan oleh
penyair, bahwa tidak
ada yang maha
segala-galanya kecuali Tuhan
(kau ! dengan
huruf besar di
sini berarti Tuhan).
Penyair menyebutkan
beberapa hal yang
paling, yaitu : mawar,
duri, sayab, bumi, pisau,
risau, nancap, dan dekap.
Delapan hal yang paling
itu, dapat di
klasifikas sebagai hal
yang menyenangkan dan
hal yang tidak
menyenangkan. Hal yang
menyenangkan mawar, sayab, bumi,
dan dekap, sedangkan yang
tidak menyenangkan adalah
duri, pisau,
risau, dan nancap,.
Kata mawar di
sini melambangkan perasaan
bahagia. Kata Sayap melambangkan
hal yang diimpikan
oleh penyair, sedangkan
kata bumi melambangkan hal
yang nyata dalam
kehidupan penyair, dan dekap
melambangkan hal yang
akrab dengan diri
penyair, jadi dari
sifat-sifat baik itu,
Tuhan dapat dinyatakan
“yang paling membahagiakan, yang
paling diimpikan, yang
paling nyata, dan
yang paling akrab,
dengan penyair”. Namun
ternyata Tuhan sulit
dijangkau dengan pikiran
manusia, karena itu
muncul duri, pisau, risau,
dan nancap..
Penyair menyatakan
rahasia Tuhan yang
sulit diketahui, sebagai
yang rahasianya), yang
paling pisau (paling melukai
hati karena tidak
mampu memahami-Nya), semua
itu dinamakan adalah
solitude atau sepi.
4.4 Struktur
Puisi Sepisaupi
Sepisaupi
Sepisau luka
sepisau duri
Sepikul dosa
sepukau sepi
Sepisau duka
serisau diri
Sepisau sepi
sepisau nyanyi
Sepisaupa sepisaupi
Sepi
sapanya sepikau sepi
Sepisaupa sepisaupi
Sepikul diri
keranjang duri
Sepisaupa sepisaupi
Sepisaupa sepisaupi
Sepisaupa sepisaupi
Sampai pisau-Nya
ke dalam nyanyi
(O.Amuk,
kapak, 1981)
Dalam puisinya
“sepisaupi” penyair memain-mainkan kata sepi dan pisau.
Di dalam puisi ini
permainan bunyi sangat
diperhatikan seperti halnya
di dalam mantra,
karena ada kata
“sepi” dan “pisau”.
Maka timbul kata sepisaupi. Kata luka dihubungkan
dengan duri, maka jadilah
baris puisi sepisau luka
sepisau duri. Bait ini
berkaitan dengan duka,
sepi, dan luka
hati. Kata sepisau dikaitkan
juga dengan sepukau dan serisau
yang semua berkaitan
dengan sedih (luka
dan duri). Namun
kemudian kesedihan itu
menjelma menjadi nyanyi.
Pada bait-bait
berikut, penyair mempermainkan
kata “sepi” dan
diakhiri dengan pernyataan
sampai pisaunya ke
dalam nyanyi. Hal
ini berarti bila
seseorang berdendang dalam
sepi, maka Tuhan
akan membuat kita
menyanyi.
Jika manusia
merenung dalam sepi,
susah payah kita
dalam mempertanyakan Tuhan
akan mendapat jawaban
yang membahagiakan.
4.5 Struktur
Puisi Q
Q
!!
!!!
! !! !!!
! a
Lif !!
La
Lam
m m m m m m m m m m m
i i
iii ! !
! ! !
ii
m m
m m m
m m m
m m m
m m m
m m m
m m
Tanda
seru biasanya lambang
seruan atau jeritan.
Akan tetapi karena
kata serunya sendiri
belum ada maka
tinggallah niat untuk
berseru. Seruan yag
tertahan karena tak
sempat keluar dalam
bentuk kata seru.
4.6
Puisi Kucing
Kucing
Oleh Sutardji Calzoum Bachri
Ngiau !! kucing dalam darah dia menderas
Lewat dia mengalir ngiau-ngiau dia
Bergegas lewat dalam aortaku dalam rimba
Darahku dia besar dia bukan harimau
Bukan singa bukan hiena bukan leopar dia
macam kucing ngiau
dia lapar dia
merambah rimba afrikaku dengan cakarnya
dengan amuknya dia meraung dia mengerang
jangan beri daging dia tak mau daging jesus jangan
beri roti dia tak mau roti ngiau kucing meronta
dalam darahku meraung merambah barah darahku
dia lapar o alangkah lapar ngiau berapa juta
hari dia tak makan berapa ribu waktu dia tak kenyang-kenyang
berapa juta lapar lapar kucingku berapa abad dia
mencari mencakar
menunggu Tuhan mencipta
kucingku tanpa mauku dan
sekarang dia meraung
mencarimu dia lapar jangan diberi daging jangan beri
nasi Tuhan menciptanya tanpa setahuku dan kini dia
minta Tuhan sejemput saja untuk tenang sehari
untuk kenyang sewaktu untuk senang.
Kucing, salah satu sejarah puisi Sutardji Calzoum Bachri sangatlah aneh ngiau ! kucing dalam darah dia
menderas/lewat dia mengalir ngilu ngiau dia/bergegas. Sebuah pembuka sajak
yang penuh dengan makna. Citraan pembaca akan keluar ketika seekor kucing
mengiau karena menahan ngilu, akan menderas lalu lewat dalam aorta, sebuah pembuluh darah besar yang kaya akan
oksigen (bersih><kotor, vena) ini semua merupakan kiasan bagaimana
seorang Sutardji melakukan pencarian terhadap sesuatu yang jernih dan suci.(diibaratkan sebagai aorta)
Bukan singa bukan hiena bukan leopar dia
macam kucing ngiau dia lapar dia
merambah rimba
afrikaku dengan cakarnya
dengan amuknya dia
meraung dia mengerang
Di sini dijelaskan bahwa kucing ya kucing ! bukan harimau
, bukan hiena, bukan leopar, bukan macam kucing yang di dalamnya kucing, tetapi
dia itu tetap kucing yang akan selalu mengiau dalam keadaan apapun, lapar,
sedih, senang, haus, dsb. Sutardji ya Sutardji, bukan Paijo, Parman atau Suedi.
Juga diceritakan bahwa si kucing merambah /menjelajah sampai ke rimba Afrika,
hanya untuk melakukan pencarian yang suci pergi dengan dirinya sendiri,
walaupun itu amat sangat sakit. Tidak ada yang bisa menghentikan perbuatan
Sutardji.
jangan beri daging dia tak mau daging jesus jangan
beri roti dia tak
mau roti ngiau kucing meronta
dalam darahku
meraung merambah barah darahku
dia lapar o
alangkah lapar ngiau berapa juta
hari dia tak makan berapa ribu waktu dia tak kenyang-kenyang
Jangan beri sogokan, dia tidak mau dengan apapun,
walaupun itu sangat berharga bagi Sutardji sendiri. Dia hanya ingin kebebasan
dalam mencari kesucian, kenapa ada kata Jessus? Sutardji yang semakin meronta,
semakin mengalami kebuntuan dalam mencari kesucian. Tidak akan mudah tergoyang.
Dia mulai mengembara kedunia spiritual dan rohani. (kalian pasti ingat dengan
hal-hal yang berbau kristen), semua memiliki kebijakan, tetapi kebijakan yang
dibuat itu belum menjangkau kesucian, Sutardji semakin menjadi-jadi untuk
mencari kesucian, sesuatu yang arif.
berapa juta lapar lapar kucingku berapa abad dia
mencari mencakar menunggu Tuhan mencipta
kucingku tanpa mauku dan
sekarang dia meraung
mencarimu
Sutardji tidak menginginkan ini semua. Ini semua bukan maunya. Sutardji dia
hanya ingin mencari sosok Tuhan, ingin dekat dengan Tuhan.
mencarimu dia lapar jangan diberi daging jangan beri
nasi Tuhan
menciptanya tanpa setahuku dan kini dia
minta Tuhan
sejemput saja untuk tenang sehari
untuk kenyang sewaktu untuk senang.
Sebuah keinginan sederhana Sutardji untuk mendapatkan
ketenangan di dalam kehidupan yang singkat dan fana. Sajak “Kucing” yang
ditulin oleh Sutardji menurut kami merupakan suatu pergulatan dalam melakukan
pencarian yang suci, yaitu Tuhan.
4.7
Puisi Tanah Air
Mata
Tanah Air Mata
Oleh Sutardji Calzoum Bachri
Tanah air mata tanah tumpah dukaku
Mata air air mata kami
Air mata tanah air mata kami
Disinilah
kami berdiri
Menyanyikan air mata kami
Di balik gembur subur tanahku
Kami simpan perih kami
Di balik etalase megah gedung-gedungmu
Kami coba sembunyikan derita kami
Kami coba simpan nestapa
Kami coba kuburkanduka lara
Tapi perih tak bisa sembunyi
Ia merebak kemana-mana
Bumi memang tak sebatas pandang
Dari udara luas menunggu
Namun kalian
tak bisa
Menyingkir
kemanapun melangkah
Kalian pijak
air mata kami
Kemanapunterbang
Kalian kan
hinggap di air mata
Kami
Kemanapun
berlayar
Kalian
arungi air mata kami
Kalian sudah
terkepung
Tak kan bisa
mengelak
Tak kan bisa
kemana pergi
Menyerahlah
pada kedalaman air mata.
Makna singkat : Kritikan terhadap pemerintah
Mengapa ?
Tanah air mata tanah tumpah dukaku
Mata air
air mata kami
Air mata
tanah air mata kami
Disinilah kami berdiri
Menyanyikan
air mata kami
Di balik
gembur subur tanahku
Kami simpan
perih kami
Dijelaskan pada bait puisi di atas, semua yang ada di Indonesia berawal
mula dari orang-orang bawah, merekalah yang membangun, merawat memelihara,
semua yang berdiri di Indonesia. Tapi pemerintah tidak tahu, apakah yang
dirasakan orang-orang ini sebenarnya. Mereka semua ingin hidup bahagia.
Kami coba sembunyikan derita kami
Kami
coba simpan nestapa
Kami
coba kuburkanduka lara
Tapi
perih tak bisa sembunyi
Ia
merebak kemana-mana
Bumi
memang tak sebatas pandang
Mereka ingin sekali mengubur, menghilangkan, keinginan itu, tapi apa daya
tangan tak sampai, mencoba untuk bicara, tapi tak kuat untuk menjawab. Mereka
hanya diam, walaupun keinginan nya akan selalu ada.
Dari udara luas menunggu
Namun kalian tak bisa
Menyingkir kemanapun melangkah
Kalian pijak air mata kami
Kemanapunterbang
Kalian kan hinggap di air mata
Kami
Kemanapun berlayar
Kalian arungi air mata kami
Kalian sudah terkepung
Tak kan bisa mengelak
Tak kan bisa kemana pergi
Menyerahlah pada kedalaman air mata.
Bait di atas, menurut kami adalah suatu kegemilangan dari pejuang
orang-orang miskin, sebuah hasil. Apabila orang-orang dari Sabang sampai
Meurauke bersatu, niscaya apa yang mereka kehendaki akan segera terkabulkan.
4.8
Puisi Perjalanan
Kubur
Perjalanan Kubur
Oleh Sutardji
Calzoum Bachri
Luka ngucap dalam badan
Kau telah membawaku
Ke atas bukit, ke atas karang, ke atas gunug, ke
bintang-bintang
Lalat-lalat menggali perigi dalam dagingku
Untuk kuburmu Alina.
Untuk kuburmu Alina
Aku menggali-gali dalam diri
Raja dalam darah mengaliri sungai-sungai
Mengibarkan
bendera hitam
Menyeka
matahari
Membujuk
bulan
Teguk
tangismu Alina
Sungai pergi
ke laut membawa kubur-kubur
Laut pergi
ke awan membawa kubur-kubur
Awan pergi
ke hujan membawa kubur-kubur
Hujan pergi
ke akar ke pohon ke bunga-bunga
Membawa
kuburmu Alina
Dosa akan menghantarkan kita pada
kehidupan yang kekal. Sesuatu yang mengalir terus sesuai dengan amal kita. Maut
tidak lagi menjadi sesuatu yang menakutkan atau ditakutkan. Maut menjadi arah bagaikan
sungai yang menuju ke laut, bagaikan laut menuju ke awan. Bagai awan yang
menurunkan hujan. Sebuah sirkulasi hidup yang akan kembali ke awal, yaitu akar
ke pohon dan pohon ke bunga.
Langganan:
Postingan (Atom)